Haloo !
Hehehe udah lama banget rasanya ga update blog ini. Sebenernya udah ada banyak ide-ide buat ngupdate tulisan di blog cuma sayangnyan waktu sedang tidak berpihak huhu. Jadi, sesuai dengan judulnya sebenernya kali ini tulisan ini bercerita tentang pengalaman kemarin waktu apply tes LPDP Gelombang IV Tahun 2016. Sebenernya tujuan saya nulis ini buat berbagi pengalaman sama berharap kalian-kalian yang bakal apply beasiswa LPDP bisa belajar dari kesalahan-kesalahan saya hahaha. Jadi sebelumnya di batch 1 dan batch 3 itu saya daftar juga tapi ga lolos seleksi administrasi, baru batch keempat aku lolos seleksi administrasi. Alasannya kenapa ?heheh liat aja nanti di tulisan ini. Saya percaya juga sih kalau kalian nge-google atau bahkan broadcast di sosmed banyak yang ngebahas tentang tes beasiswa LPDP, because we all knew this prestigious scholarship that everyone talk about wkwkw. Bahkan mungkin di blog lain ada yang bahas lebih kece dan lebih prepared banget lah pokoknya. Kalau di tulisan ini, yaaah saya cuma ngeshare berdasarkan pengalaman saya yang seadanya saja yah wkwk.
Waktu itu sebulan sebelum deadline pendaftaran, saya sebenernya sudah menyerah mau daftar beasiswa LPDP. Bulan Oktober itu saya sudah ada satu LoA, namun yang jadi permasalahan adalah program yang saya ambil Joint Degree, international joint master of sustainable development programme. (salah satu program Erasmus mundus, kalau ada yang penasaran bisa lihat di link ini). Saya apply awal tahun 2016 dan Alhamdulillah diterima namun sayangnya saya tidak mendapat beasiswa yang juga saya apply, beasiswa tersebut ditawarkan oleh salah satu partner university yang terlibat dalam program tersebut, Univ Padova di Italia. Setelah berbagai pertimbangan (saya bener-bener menaruh pilihan berangkat dengan biaya orangtua pada opsi terakhir saya) saya menunda studi saya dan memilih mencari opsi beasiswa, untungnya pihak konsorsium bener-bener koordinatif. Seminggu setelah saya dinyatakan diterima di programnya namun tidak mendapatkan beasiswa, calon mahasiswa dikirimkan form berisi step-step untuk mengurus visa dan akomodasi (ini sepertinya harus ditulis di artikel lain lagi sih, kapan kapan insyaallah akan saya tulis).
Dua minggu setelah saling bertukar email dan koordinasi dengan pihak konsorsium, saya mengambil keputusan untuk menunda studi dan syarat dari pihak konsorsium adalah secara formalitas meng-apply pada periode berikutnya. Yah okelah saya punya waktu kira kira sampai pada akhir tahun 2016 untuk mencari beasiswa, yang menjadi pertimbangan mungkin karena LPDP terdapat syarat minimal jarak antara pendaftaran beasiswa dan keberangkatan studi adalah 6 bulan. Anyway, yang jadi kejutan adalah, untuk tahun intake 2017 program IJM Stede ini kembali lagi disponsori oleh Erasmus Mundus (tadinya beasiswanya hanya ditawarkan oleh pihak-pihak universitas tertentu saja). Wah saya semakin lega karena kesempatan beasiswa paling tidak kalau LPDP saya ditolak masih ada Erasmus Mundus.
Dalam salah satu email dari Stede sesudah saya menyatakan untuk postpone studi saya, pihak konsorsium juga sudah sangat baik dengan menyarankan kalau saya apply pada awal-awal pendaftaran sehingga kesempatan mendapat beasiswa dari universitasnya lebih besar. Namun sejak saya menunda keberangkatan saya, saya memang sudah niat untuk memperbaiki bahasa prancis saya dan mengambil DELF B2 periode November 2016 (sertifikasi kemampuan bahasa prancis). Pikiran saya waktu itu, kalaupun saya apply lagi program ini, saya punya nilai tambah lebih selain pengalaman kerja. Intinya, fokus saya di Bulan November ini bukan tes LPDP, tapi tes DELF B2 karena saya sudah menyiapkannya dari awal tahun … kan sayang yah kalau saya gagal di tes ini setelah capek capek les pulang kerja dan masih les di weekend). Jadi, tes beasiswa LPDP ini cukup impromptu buat saya dan persiapan saya efektif buat tes substantifnya bisa dibilang kurang dari seminggu wkwkkw tapi yaudah sih. Hajar bleh ..
Kembali ke inti cerita, apa aja yang bisa diambil dari pengalaman saya tes substantive beasiswa LPDP Gelombang IV kemarin ?
1. Kesesuaian berkas administrasi
Ini yang bikin saya kejegal di batch 1 dan batch 3. Sewaktu saya menyiapkan berkas LPDP batch 1, itu bersamaan dengan saya menyiapkan apply program IJM Stede. Sebenernya saya cukup kelimpungan dan kesalahan saya ada di surat rekomendasi LPDP yang tidak sesuai format. Jadi kalau sesuai format LPDP itu surat rekomnya dibikin perpoin sedangkan saya di dua batch sebelumnya saya buat dalam paragraf semua. Lupa deh ini kayaknya hasil saya nanya nanya ke seseorang apakah formatnya harus perpoin dan sepertinya tidak masalah kalau tidak perpoin. Wah ternyata cukup jadi masalah yah wkwkwk. Seriously buat kalian yang sedang mempersiapkan berkas admistrasi LPDP cek and recheck lagi semua berkasnya apakah sudah sesuai dengan yang diminta di guidelines pendaftaran.
Surat izin atasan apakah sudah sesuai dengan format dan mengikuti kebijakan kantor ?
Surat rekomendasi apakah sudah mengikuti format atau tidak ?
Surat keterangan kesehatan, bebas narkoba dan TBC apakah sudah lengkap dan dari rumah sakit pemerintah ?
Surat pernyataan apakah sudah mengikuti format atau tidak ? jangan lupa pakai materai
Essay dan rencana studi sudah mencakup poin poin yang harus termuat sesuai guidelines?
Wkwk kalau aja saya ga mengubah surat rekomendasi saya waktu mau mendaftar batch IV, sudah pasti saya galolos lagi seleksi administrasi. Selain itu, rajin-rajin juga google persiapan beasiswa LPDP saya yakin udah banyak banget banget yang bahas di internet, atau nanya kakak-kelas yang juga awardee LPDP. Saya juga baru sadar kesalahan saya ini waktu liat liat berkas pendaftaran teman saya yang udah keterima hehe jadi jangan malu-malu buat nanya-nanya yah.
2. Kalau ada pertanyaan yang memang ga ada di FAQ dan butuh jawaban cepat, jangan sungkan email langsung atau telpon CSO LPDP. Gerak cepat !
Seriously, I learned it the hard way. mungkin karena beberapa hari sebelum tes substansi LPDP dll itu saya masih ngurusin dan belajar buat tes DELF, saya ga begitu pay attention sama tetek bengek berkas administrasi asli yang harus dibawa. Jadi sebelum wawancara kan ada verifikasi berkas, dimana semua berkas asli kita dicek dan saya ga ngeh kalau ada yang namanya formulir pendaftaran!. Sampai dengan hari H tes aja, formulir pendaftaran saya gabisa didonwload. Saya sempat berpikiran mau nelpon tapi yaudah sih tunggu aja kali ya mungkin web nya lagi banyak yang akses jadi crash. Tapi sampai hari H ternyata masih sulit didownload huftina !. Akhirnya jam 6 pagi tanggal 9 November yang siangnya saya tes wawancara, Itu pagi-pagi saya printscreen satu satu detail pendaftaran saya, itu saran dari CSO nya setelah saya telpon (makasih loh ya mas !wkwkkw salut deh kayaknya 24 jam itu atau mungkin karena pas hari-hari seleksi juga ya jam 6 pagi udah bisa ditelpon).hasil printscreen tadi di print deh dan Alhamdulillah masih lolos berkas verifikasi. Fyuhh… tapi yang saya sesalkan adalah kenapa saya ga nelpon soal ini jauh-jauh hari dan ngeprint di kantor bukan malah di print-printan fotokopian deket Radio Dalam yang 8 lembar aja 15 ribuuuu :”(. Akan sangat lebih baik lagi kalau semua printilan udah available dalam bentuk fisik jauh-jauh hari sebelum tes substantif, tiga hari lah udah yakin semua persyaratan berkas siap.
Note : Tapi tenang guys, sepengematan saya sewaktu hari H masih ada orang-orang yang SKCK nya masih diurus, belum jadi dan diberi keringanan, atau ternyata belum bawa materai (buat yang postpone LoA dan jadwal berangkatnya mepet) dsb. Walaupun begitu, daripada kena stress masih ngurusin hal-hal rempong kaya gt mending udah disiapin dari jauh jauh hari.
3. Latihan nulis essay dan perluas wawasan
Ini terutama terkait persiapan essay on the spot, terutama untuk kamu yang tujuannya universitas di luar negeri sudah jadi rahasia umum kalau essaynya harus dalam bahasa inggris. Sejujurnya saya merasa persiapan saya untuk tes essay paling sedikit dibandingkan dengan persiapan yang lain. Kalau dari grup-grup yang saya ikuti memang sudah banyak yang membahas perkiraan topik-topik yang akan diujikan. Bahkan J-1 tes essay masih banyak anak-anak yang nanya-nanya topik essay sama yang barusan tes essay. Saya sejujurnya sempat terpengaruh sama anak-anak yang kumpul rame ngomongin topik essay habis tes (kan dibuat per batch dan kelompok gt, biasanya kelompok essay sama dengan kelompok LGD). Saya berharaaap banget dapat topik yang masih nyetel lah paling nggak sama bidang kerjaan sama keilmuan saya, urban and regional planning. Paling ga isu tentang reklamasi, pembakaran hutan, perubahan iklim gitu masih nyambung dan kayaknya bisa lumayan berbobot lah essaynya. Tapi sungguh diluar perkiraan … saya dapat topik essay yang saya gapernah denger sepanjang saya ikut grup persiapan LPDP.
Topik pertama adalah bagaimana seharusnya pendidikan vokasi di Indonesia dan fenomena lulusan SMK yang semakin banyak
Topik kedua adalah tanggapan terhadap kebijakan nelayan dilarang menggunakan pukat harimau dan jaring cantrang.
Nah loh ! wkwkwk akhirnya saya pilih topik pertama buat dikerjain karena sepertinya saya masih bisa ngerti lah daripada topik kedua. Nah sebaiknya sebelum tes banyak-banyak latihan nulis essay terkait beberapa topik yang lagi on-going di Indonesia. Ohiya, ini sepengalaman saya aja sih, menurut saya topik-topik yang isinya terlalu sensitive dan menyinggung SARA kemungkinan kecil buat keluar, seperti isu demo 4 November atau yang menyangkut soal agama dan kaum minoritas. Kebanyakan yang keluar adalah kebijakan-kebijakan pemerintah yang sedang banyak dibicarakan atau fenomena terkait development di Indonesia sendiri misalnya fenomena “brain drain” yang sempat beberapa kali muncul dalam tes essay LPDP.
4. Just be yourself, perjuangkan yang kamu mau.
Ini terkait dengan tes wawancara, dimana interviewernya terdiri dari 3 orang yang salah satunya merupakan psikolog. Yang namanya wawancara itu, merupakan tahap mengenal peserta apakah benar orang ini merupakan kandidat yang tepat untuk kita gelontorkan dana kurang lebih sekian ratus juta rupiah untuk studinya ?, Lembaga donor beasiswa tentunya ga pengen sembarangan ambil kucing dalam karung kan. Ketika kalian udah lolos yang namanya seleksi administrasi, percaya aja kalian itu udah qualified, tugas selanjutnya di tahap wawancara adalah kalian meyakinkan lembaga donor kalau kalian itu orang yang tepat buat diberikan beasiswa dan ini tentu sangat tergantung dari masing-masing pribadi.
Saya sendiri juga sebenarnya paling takut dengan yang namanya wawancara T___T. Berdoa banyak sih saya buat tes wawancara ini wkwkw karena yaah saya bukan tipe orang yang bisa bragging atau menjual diri saya dengan baik :”D. Saya memilih menjawab sesuai dengan apa yang saya rasakan dan saya pikirkan. Pertama, kenapa saya memilih program joint degree dan itu cukup diperdebatkan oleh iinterviewer, saya jelaskan bahwa dari awal saya memang paling tertarik dengan program seperti ini dan saya rasa manfaatnya juga lebih luas dibanding program regular. Di akhir, bahkan ketika sudah ada pengumuman yang lolos LPDP, banyak yang mengajukan perpindahan universitas. Yah.. namanya juga orang pasti ingin yang terbaik untuk dia, saya juga merasa tidak ada salahnya kok kalau kita pengen yang terbaik untuk pendidikan kita. Namun disini saya ingin bermaksud baik kalau saya menyatakan minat program joint degree sejak awal, saya tidak bermaksud pilih program regular waktu wawancara supaya gampang diloloskan kemudian setelah keterima baru pindah joint degree (itu ga boleh dan sama LPDP sendiri udah diwarning kalau mau joint degree harus dinyatakan sejak awal wawancara, ini cukup beresiko loh karena biasanya diperdebatkan sama interviewer resikonya bisa aja ga lolos seleksi wawancara). Tapi karena saya merasa ini yang paling cocok untuk saya, saya menulis program tersebut dalam study plan untuk seleksi administrasi. Interviewer sempat nanyain apa plus minus program joint degree ke saya, saya jawab aja apa yang ada di pikiran saya yang melatar belakangi saya untuk memilih program tersebut. Bahkan saya sampai lupa bilang ke interviewer kalau saya ada rencana untuk apply universitas cadangan dengan program regular aja. Kalau memang kamu yakin ini program yang suit your interest the best, jangan ragu untuk perjuangkan yang kamu mau. Kalaupun kamu ditolak, itu berarti ada beasiswa lain yang lebih cocok buat kamu. :”)
Kedua, soal rencana masa depan. Mungkin ada juga yang ingin menyesuaikan dengan visi misi LPDP sehingga merasa jawaban yang cocok ketika ditanya apa yang akan dilakukan selesai masa studi adalah menjadi dosen atau menjadi PNS, atau ada yang berencana mengembangkan Indonesia bagian timur dengan membangun PLTN sekian megawatt dan lainnya. Sebenernya itu juga ga salah sih, tapi saya percayal orang itu pasti bisa tau mana ucapan dari kita yang kita pikirkan sungguh-sungguh atau selewat aja. Berkontribusi untuk Indonesia sepulang studi bisa dilakukan dengan cara lain selain jadi PNS dan dosen (ini beda yaa kalo misalnya ada yang beneran pengen jadi PNS dan dosen). Kalau misalnya kita serius dengan pekerjaan kita masing-masing dan melakukan yang terbaik dengan pekerjaan kita, sesuai dengan latar belakang studi kita itu udah berkontribusi kecil juga kok, misalnya dengan menyebarkan sikap profesionalitas di lingkungan kerja. sekarang ada yang namanya moratorium penerimaan CPNS, engga mungkin aja sepulang studi kita bener bener saklek nungguin penerimaan CPNS tanpa mempertimbangkan tawaran-tawaran kerja yang lain kan?. Menjadi dosen sendiri juga nggak gampang, harus siap siap mulai dari bawah apalagi yang belum terbiasa bekerja di lingkungan kampus. Saya berpendapat kalau untuk pertanyaan ini, kita harus mampu memberikan jawaban yang realistis, terukur, dan batas waktunya measurable. Tidak apa-apa kalau kita tidak bisa menjadi PNS atau dosen, yang penting apapun pekerjaan kita nanti, semoga dapat membawa manfaat bagi orang banyak dan bersyukur lagi kalau bisa berkontribusi untuk pembangunan Indonesia. Hhehe ceilah..
Yang terakhir, biasanya terkait dengan kegiatan volunteer. Sejujurnya saya sudah lama tidak berkecimpung di dunia voluntary atau kegiatan sosial terutama setahun ke belakang ini.Meskipun begitu, kalau kita emang tidak terlibat terlalu aktif dalam satu kegiatan volunteer mungkin ada baiknya jangan terlalu di blow-up atau dilebih-lebihkan. Dulu ada satu peserta yang bilang terlibat dalam satu kegiatan atau organisasi gitu, kebetulan interviewernya tahu atau kenal ketua dari organisasi tersebut, sewaktu dia nanya ke kenalannya dia malah balik nanya itu siapa ? nah loo :”) . Apa yang kita tulis dalam cv itu, harus bisa diipertanggungjawabkan. Ketika ditanya hal ini, saya menjawab kegiatan volunteer yang pernah saya lakukan dan kapan tepatnya saya melakukan itu. Saya memang bukan sampai ketua, pengurus inti, atau penggagas dari acara volunteer tapi setidaknya saya melakukan kegiatan itu karena memang keinginan saya dan bukan karena ingin ada embel-embel pernah jadi volunteer di cv saya. Just be yourself, tidak apa-apa bahkan menurut saya kalau seseorang belum ada pengalaman pekerjaan volunteer, mungkin saja selama ini seseorang tersebut lebih banyak aktif di kegiatan lain yang tidak kalah berguna seperti pertukaran pelajar, acara kegiatan pengenalan budaya, dll. Intinya, jangan sampai me-make up diri kamu untuk jadi seperti yang orang lain mau.
5. Your attitude, it shows how valuable you are.
Namanya juga pelamar beasiswa, kita lah yang menjadi pihak pemohon dan hasil akhir tentu menjadi kebijakan dari pihak LPDP sendiri. Buat wawancara, sebisa mungkin datang lebih awal dan pakai pakaian yang sopan. Saat wawancara gunakan kata-kata yang sopan, kalau misalnya ada perdebatan usahakan tetap maintain nada bicara yang tidak terkesan keras kepala tapi juga menunjukkan kalau kita bisa berargumen dan tahu benar pilihan kita, apabila ada kritik dan saran jangan lupa bilang terimakasih atas kritiknya dan berusaha untuk memperbaiki kekurangan, pada saat LGD juga sebaiknya tidak memotong dan terlalu defensive dengan pendapat orang lain.
6. Be overprepared and go with the flow
Menurut saya (yang sudah gagal dua kali seleksi administrasi LPDP) wkwkwk motto saya dalam mengejar beasiswa itu santai tapi serius, serius tapi santai (lhah?). Intinya berusaha persiapkan yang terbaik, tapi gausah terlalu high expectation .. kalau udah berusaha yang terbaik, ya percaya aja hasilnya pasti mengikuti usahanya. Kalaupun toh belum lulus, coba selagi masih bisa (setahu saya sekarang untuk tahun 2017 kesempatan buat bisa nyoba beasiswa LPDP jadi 3x dari sebelumnya 2x). kalaupun memang tidak bisa, berarti ada jalan lain yang sudah dipersiapkan Allah buat kita, selama kita masih berusaha :”). Buat tes wawancara, siap siap juga dengan berbagai pertanyaan yang out of the box, kemarin saya sempat dites wawancara dalam bahasa prancis sama salah satu interviewernya (sepertinya dia dulu sempat kuliah di Prancis atau negara francophone lainnya), wkwk sempat bikin deg-degan sih untungnya masih lumayan nempel di otak soalnya lagi persiapan ambil tes DELF. Selain itu, pertanyaan-pertanyaan dari psikolog biasanya dijawab dalam bahasa Indonesia (ternyata cukup beda ya rasanya, saya mempersiapkan wawancara saya dalam bahasa inggris dan ketika menjawab pertanyaan psikolog yang sifatnya lebih ke personal, menggunakan bahasa indonesia itu memang rasanya lebih jujur “dari hati”). Dari beberapa cerita teman-teman di grup awardee batch IV, bahkan ada yang disuruh nari tradisional (yes, In the middle of interview) dan ada yang tiba tiba disuruh telpon bossnya :”D. Apapun itu, dinikmati aja proses mengejar beasiswanya dan jangan suka ngeluh ! wkkwkw
Dari pengalaman saya sendiri, itu sih yang bisa saya tulis. Selanjutnya sebenarnya saya pingin nulis pengalaman waktu apply dan wawancara Erasmus Mundus – Stede kemarin kalau ada waktu. Hmmm kayaknya sih saya lebih lancar wawancara LPDP ini dibandingin wawancara Erasmus Mundus kemarin, wkwk mungkin itu sebabnya juga kali ya saya dapat LoA programnya tapi gadapat beasiswa dari Univ Padova-nya. Apapun itu, ini jalan yang dikasih Allah untuk saya dan saya sangat bersyukur atas jalan yang Dia pilihkan untuk saya. Mungkin tulisan ini juga ga seberapa dibandingkan blog awardee lain yang lebih rinci jelasin step-by step seleksi LPDP-nya. Semoga di lain kesempatan ada waktu buat nulis pengalaman LPDP ini lebih lanjut J. Keep writing keep bloggin’ !