Bener bener lagi random banget, tanpa sengaja melihat status teman saya :
pasti ada suatu saat, dimana semua kerjaan rasanya numpuk dan ga peduli seberapa capek dan bingungnya kita. Bahkan mau milih yang mana dulu buat dikerjain aja rasanya udah capek duluan. Kalau kayak gitu pasti ntar ujung-ujungnya balik ke pertanyaan "yah..... yang mana dulu yang emang kamu prioritasin ?"
kemarin waktu wawancara, ada pertanyaan gini "Kalau misalnya suatu hari nih, kamu jadi ketua acara atau penanggung jawab di suatu acara himpunan kamu, dan ternyata di tempat ini kamu juga jadi ketua. Kamu bener-bener dibutuhkan di kedua tempat tersebut dan nggak bisa setengah setengah datengnya. Mana yang kamu pilih ? "
Pertanyaan paling sulit jujur aja. "Saya gak akan milih posisi di mana hari pelaksanaanya berbarengan gitu sih kak, jadi memang hal seperti itu gak mungkin pasti udah saya rencanain jauh-jauh hari, "
"Yah.. itu kan idealnya. Saat itu ya kondisinya seperti itu kamu udah gabisa milih-milih lagi "
Oke, saya tahu wawancara ini gak akan selesai kalau saya jawabnya enggak konkret gitu. Akhirnya saya jawab menurut kata hati saya. Kalau mungkin jawabannya menurunkan penilaian untuk saya tidak apa-apa. Yang penting saya sudah berusaha jujur paling tidak untuk diri saya sendiri. Dari pertanyaan itu saya juga sadar, keadaan gak bisa selalu menyesuaikan dengan diri kita sendiri. Mungkin keadaan seperti itu, jadi ketua acara dalam dua hari bersamaan, tidak pernah terpikirkan akan terjadi. Tapi sekarang pertanyaanya apa yang akan kita lakukan kalau keadaan seperti itu benar-benar terjadi, bukan bagaimana cara mencegah keadaan tersebut terjadi. Dunia kerja yang profesional pasti juga kayak gitu, mereka gak pingin jawaban yang abu abu. Kalau gak hitam ya putih. Buat apa mereka mempekerjakan seseorang yang gak bisa memprioritaskan kantornya?
Itu sih sakleknya, tapi gak berarti juga kita harus terkungkung cuma dalem satu organisasi aja. Semakin banyak organisasi kan semakin banyak pengalaman. Balik lagi ke masalah bagi waktu dan prioritas. Sebenernya dari berbagai tempat yang membutuhkan kewajiban kita, paling tidak kita harus punya satu yang bener-bener kita prioritaskan. Dengan begitu akan lebih memudahkan kita kalau emang worst casenya keadaan seperti di atas tadi benar-benar terjadi. Dasar memilih prioritas juga harus dipikirkan baik baik. Sewaktu tugas NGT buat ngobrol-ngobrol sama warga, saya kebetulan ketemu dan ngobrol dengan kakak NIM saya yang 2009, Kak Khairun Rizki "Yang penting itu kalian berada di tempat yang tepat, kalau memang di tempat lain mungkin unit mungkin paguyuban atau masih banyak lainnya kalian lebih dibutuhkan, jangan ragu buat ngambil posisi tersebut, apalagi kalau memang di sini (*HMP) udah ada orang yang lebih tepat untuk diamanahi tugas" hmmm bisa bisa .
Selain itu, ada juga yang namanya loyalitas. "Loyalitas itu di atas prioritas " kata teman saya, Fasa. Mau seberapa banyak kegiatan yang diikutin, kalau emang dasarnya udah loyal sama sesuatu pasti kita baliknya ke dia juga, secara ga sadar dan segimana apapun keadaanya kalian dia yang jadi prioritas utama.
Perbuatan yang sedikit namun benar dan bermanfaat lebih utama daripada perbuatan yang banyak namun tidak benar dan tidak bermanfaat. Al Quran dan Sirah memberi gambaran bagaimana mementingkan kualitas dalam setiap amalan, juga dalam pembentukan pribadi.
"Ada orang yang meninggal sebelum ajalnya, karena tidak bermanfaat usianya, namun ada orang yang masih hidup setelah ajalnya, karena manfaat ilmu dan amal sholehnya, dan keturunannya."
Kalau memang kita bisa mengembangkan diri dan menghasilkan sesuatu yang lebih berkualitas di tempat lain, kenapa tidak ? berani beda itu baik c:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Thanks for comment !