Senin, 21 Mei 2012

Kaum Terpinggirkan, Kaum untuk Menginpirasi

Ketika seseorang bertanya tentang orang yang paling menginspirasi hidup Anda, siapakah nama yang akan Anda sebutkan ? Banyak mungkin dari kita yang akan menjawab presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Ibu Sri Mulyani, Sekretaris Jendral PBB dan serentetan nama orang-orang dengan jabatan tinggi dan nama besar yang akan kita sebutkan . Tidak salah memang kalau mengatakan bahwa orang orang tersebut banyak menginspirasi kita semua dengan kepintaran, kepiawaian, dan segenap kelebihan mereka dalam membawa diri. Namun , pernahkah kita berpikir jika sebenarnya inspirasi itu tidak hanya datang dari orang orang yang berpangkat  jendral atau bergelar doktor ?

Sering saya berjalan melewati sebuah gerobak gorengan di daerah Sekeloa untuk berangkat menuju kampus. Ketika saya tidak punya uang kecil untuk membayar angkot, biasanya saya membeli gorengan dulu di tempat tersebut untuk membeli makanan sekaligus menukar uang . Satu hal yang membuat saya terkesan adalah Ibu penjual gorengan tersebut selalu berlaku ramah kepada siapa saja . Saya sering malu sejujurnya karena hanya membeli satu atau dua gorengan , selain karena ingin menghemat juga alasan utama saya untuk menukar uang kecil. Walaupun saya hanya membeli satu buah gorengan , ibu yang bahkan saya belum tahu namanya itu selalu tersenyum melayani pelanggannya. Pernah saya berkata, “Maaf ya bu, saya ndak beli banyak banyak, kalau mau ndak usah pakai bungkus juga ndak papa “, dan ibu itu menjawab “ ndak apa apa neng, neng beli satu aja juga ibu sudah seneng ada yang laku “ . Subhanallah, jujur saya kagum dengan sikap ibu tersebut yang selalu bersyukur atas nikmat yang Tuhan berikan kepadanya . Ibu tersebut juga mengingatkan saya kepada bapak penjual amplop yang biasanya menjajakan dagangannya di trotoar dekat masjid Salman pada hari Jumat. Banyak yang salah menganggap bapak tersebut adalah pengemis, padahal sebenarnya bapak tersebut menjual amplop. Ya bapak tersebut mungkin memang menjual barang yang kebanyakan dari kita sudah tidak membutuhkannya, tapi satu hal yang membuat saya kagum dari bapak penjual amplop dan ibu penjual gorengan tersebut adalah sikap mereka yang tidak pernah menyerah dan mensyukuri nikmat yang ada . Bapak tersebut mengambil untung yang tidak seberapa dari penjualan amplopnya tetapi ia masih tetap berjualan amplop-amplop tersebut karena merasa hal tersebut masih lebih baik daripada ia mengemis . Ibu penjual gorengan tersebut masih tetap tersenyum melayani setiap pelangganya walau tidak semuanya memborong daganganya karena ia merasa itu lebih baik daripada daganganya belum terjual sama sekali. Bersyukur atas nikmat Tuhan sekecil apapun itu ,dan lebih baik lagi kalau dapat berbagi untuk sesama.Iitulah yang saya pelajari dari bapak penjual amplop dan ibu penjual gorengan tersebut.

Selanjutnya adalah ketika saya kembali ke daerah asal saya, Yogyakarta. Kota ini memang bukan tanpa alasan jika disebut sebagai kota murah senyum . Pernah suatu kali saya hampir menabrak badan samping becak karena terburu-buru . Saya sudah bersiap menerima cacian dan bentakan dari abang becak tersebut. Namun yang kembali membuat saya heran, abang becak tersebut malah tersenyum ramah kepada saya, tepat beberapa menit setelah saya hampir saja menghancurkan becaknya . Saya sendiri sampai heran dan belum sempat saya meminta maaf, abang becak tersebut sudah pergi. Hal tersebut menyadarkan saya betapa mudah bagi abang becak tersebut untuk menahan amarahnya dan tersenyum kepada saya, di saat menahan amarah adalah salah satu hal yang sulit dilakukan bagi kebanyakan orang. Selain masalah yang lebih mudah diselesaikan tanpa amarah, senyum tersebut memberikan secercah kelegaan kepada orang yang bersalah yang pada kasus ini adalah saya. Sebuah senyum yang dalam agama saya berarti sedekah baru saya sadari ternyata memiliki banyak manfaat di samping pahala bagi yang melakukanya. Sesedih atau semarah apapun kita , sesungguhnya menunjukkan amarah kita di depan umum adalah sesuatu yang bisa disebut public littering dan tidak seharusnya dilakukan. Namun kebanyakan dari kita terlebih masyarakat yang tinggal di perkotaan relatif lebih sulit untuk menahan amarah dan menahan kata-kata kotor. Contohnya adalah keadaan di jalan ketika jalanan macet dan matahari panas terik. Ketika ada seseorang yang tidak sengaja menyenggol kendaraan kita, banyak dari  kita yang langsung membentak dan mengeluarkan kata-kata kotor. Bayangkan jika kita menjadi bapak pemilik becak tadi, keadaanya hampir sama di siang hari yang terik dan jalanan yang macet, tetapi abang becak tersebut berhasil menahan amarahnya dan memilih untuk tersenyum kepada orang lain. Abang becak tersebut mungkin saja merasa bersyukur karena tidak terjadi apapun yang melukai kita, tidak ada pihak yang merugi dan tidak perlu memperpanjang masalah. Semua selesai cukup dengan senyum

Apakah hal-hal tersebut saya dapatkan dari orang yang berkedudukan tinggi, politikus terkenal, atau orang-orang dengan serentetan gelar di belakang namanya? Tidak, mereka semua adalah orang-orang yang kadang masyarakat menyebut mereka dengan “kaum terpinggirkan” . Ternyata jabatan atau kedudukan tidak harus menjadi patokan agar seseorang dapat menginspirasi sekitarnya , asalkan kita sendiri berpikiran terbuka terhadap berbagai hal di sekitar kita. Banyak sebenarnya orang-orang yang dapat menjadi inspirasi bagi kita , orang-orang yang mungkin luput dari perhatian kita dan ironisnya perhatian kita lebih tertuju kepada mereka yang sebenarnya belum tentu pantas menjadi sorotan media. Banyak pula contoh-contoh kecil yang lebih dekat dengan kehidupan kita sehari-hari dan akrab dengan kita namun kita sendiri tidak menyadarinya. Dari hal tersebut terdapat hal-hal yang dapat kita pribadi perbaiki untuk diri kita sendiri, agar lebih banyak membuka pikiran kita dan lebih memikirkan sesama , karena sesungguhnya selain kodrat manusia yang tidak bisa hidup sendiri, manusia akan terus belajar seumur hidup mereka. Belajar apa saja dan di mana saja , dan apa yang manusia dapat pelajari tidak selalu apa yang diajarkan di bangku kuliah, namun juga hal-hal kehidupan yang mungkin lebih tepat jika kita belajar dari kaum terpinggirkan tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Thanks for comment !